Filosofi Tumpeng

Selasa, 24 Agustus 2010



Dalam masyarakat Indonesia khususnya di daerah Jawa pasti sering ditemui tumpeng. Ya, acara tumpengan biasanya dilakukan untuk memperingati pesta-pesta rakyat seperti kelahiran, mantenan (pernikahan), bahkan kematian. Menu masakan yang terbuat dari bahan dasar makanan pokok sehari-hari nasi dan lauk pauk pasaran seperti ayam, tempe dan tahu serta sayur-sayuran sangat digemari oleh masyarakat.

Tumpeng yang berbentuk kerucut dengan ujung semakin keatas semakin runcing mempunyai makna ekonomi yang sangat luas. Mungkin sebelumnya kita mengenal makro ekonomi kita dengan trickle down effect yang secara singkat dapat dijelaskan adalah pertumbuhan ekonomi digenjot sedemikian rupa dan diharapkan pertumbuhan tersebut akan merata ke seluruh lapisan masyarakat. Nah filosofi tumpeng adalah kebalikan dari makro ekonomi yang dikembangkan oleh RI pada masa orde baru. Menurut filosofi tumpeng ekonomi harus disesuaikan dengan porsi kebutuhan masyarakat, jadi secara singkatnya pelaksanaan yakni untuk kalangan kecil (bawah) yang mayoritas disediakan dana yang besar untuk meningkatkan sektor riil, sedang untuk kepentingan tingkat atas (yang kecil jumlahnya, dan biasanya bekerja di sektor formal) disediakan dana yang porsinya sesuai.Mungkin pertanyaannya apa bisa begitu?Tapi saya memberikan jawaban apakah memang tidak seharusnya begitu, kecuali kita mengenal ekonomi kapitalis.

Oleh karena itu, tidak perlu heran pada masa Walisanga, masyarakat sejahtera dan dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat baik dari segi jasmani dan rohani.

0 komentar: