Setiap hari senin sampai dengan hari jumat mulai jam 08.00 sampai dengan jam 10.00.Bayu bersama-sama lebih kurang enam orang temannya harus mengikuti terapi perilaku dan latihan bicara yg dibimbing oleh therapis masing-masing.
Agenda kegiatan anak-anak tersebut setiap harinya adalah begitu datang mereka akan disambut oleh therapisnya ,kemudian masuk kekelasnya masing-masing yaitu sebuah ruangan yang cukup sempit sekitar dua kali dua meter, yg berisi satu tempat duduk yang menyatu dengan meja, sengaja didesain khusus sehingga anak kalau sudah duduk tidak dapat berpindah – pindah,demikian juga dindingnya yang bersih dari segala bentuk gambar dan sesuatu yang bisa mengalihkan perhatian mereka.
Rutinitas seperti ini tetap berlangsung sampai dengan anak bisa dan siap untuk menghadapi perubahan.
Memang mereka adalah anak-anak penyandang autis yang jumlahnya di kota Bontang mengalami kenaikan yang cukup signifikan.diperkirakan saat ini terjadi 2 - 6 penyandang autisma dalam 1000 kelahiran.artinya dari 120.000.jumlah penduduk di Bontang terdapat 1,2% – 3,6% penderita autis.yang dilahirkan, jika tingkat kelahiran 1% Mengapa hal ini terjadi ? Sampai saat ini belum diketahui penyebab yang pasti.namun ada indikasi dari pola hidup masyarakat modern yang banyak menggunakan bahan-bahan kimia diduga berpengaruh terhadap hal ini.dan yang pasti saat ini terdapat lebih kurang 60 anak penyandang autis dengan berbagai macam tingkatan yang membutuhkan perhatian dari kita semua.
Menurut pakar autis dari Belanda Mr.Fred Vrogteeven, penyebab autisma sangat komplek,dan yang saat ini sudah diketahui adalah bahwa gejala-gejala autisma timbul oleh karena gangguan pada fungsi susunan saraf pusat, gangguan fungsi ini bisa diakibatkan karena kelainan struktur otak yang mungkin terjadi pada saat janin berusia dibawah 3 bulan, .mungkin pada saat hamil muda si ibu mengidap virus toksoplasma,rubella,atau herpes ( jamur Candida) atau mengkonsumsi obat atau makanan yang mengandung zat kimia yang mengganggu pertumbuhan sel otak.
Tanda-tanda dan gejala anak penyandang autis yang khas adalah lambat atau terjadi gangguan bicara dan komunikasi, gangguan interaksi sosial, dan gangguan perilaku. apabila dipanggil namanya mereka sering cuek seperti orang tunarungu walaupun setelah dilakukan pemeriksaan ternyata pendengaran mereka normal ,kadang hyperaktif dan sering menggerakkan anggota tubuh secara berulang-ulang (stereotype).
IQ anak penyandang autis biasanya lebih tinggi dari 100, kecuali yang disertai mental retardasi.
Menurut penjelasan salah satu terapis, diperlukan kesabaran dan kerja sama yang baik antara orang tua dan terapis agar dapat mendidik anak autis lebih efektif, karena menurut metoda Lovass sistem pembelajaran seharusnya dilakukan selama minimal 8 jam setiap hari, sedangkan yang dilakukan di kelas autis di rumah sakit Bontang hanya 2 jam setiap hari, sehingga peran serta orang tua sangat penting untuk dapat melanjutkan program yang telah diajarkan di kelas untuk diulang-ulang dirumah.
Ibu Dewi 45.(nama samaran) ibu dari anak Bayu menceritakan ,proses kehamilan dan kelahiran bayu adalah normal dan selama hamil tidak pernah mengkonsumsi obat,demikian juga pada bulan-bulan pertama hingga usia satu tahun .namun setelah itu mulai nampak tanda-tanda ketidak normalan. pada usia anak mulai mengucapkan kalimat ,Bayu kecil kelihatan tenang ,namun demikian masih dianggap wajar dengan berpikir mungkin karena memang belum waktunya atau sedikit terlambat, juga cara berjalan yang suka jinjit-jinjit pada awalnya juga dianggap hal yang biasa, namun setelah hal itu berlanjut sampai usia dua tahun dan Bayu juga masih tidak mau menoleh jika dipanggil namanya, membuat orang tua semakin kuwatir dan berpikir jangan-jangan Bayu menderita tunarungu yang berakibat bisu. Apalagi tetangga-tetangga menguatkan dugaan itu dengan mengatakan anak saya bisu tuli.
Sebenarnya Bayu juga sudah pernah dibawa kerumah sakit ,konsultasi dengan dokter anak namun menurut pendapat dokter hal ini wajar terjadi kelambatan bicara,dan hanya disarankan periksa kedokter THT,hasil pemeriksaan dokter THT kondisi telinga Bayu normal,hingga pada konsultasi yang kedua pada dokter anak yang lain setelah di sampaikan dugaan autis barulah dokter anak tersebut menguatkan dugaan tersebut dan menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan yang lebih lengkap di kota Surabaya.Ternyata dugaan itu betul, dokter ahli psikologi dan perkembangan anak di kota Surabaya meyakinkan bahwa benar Bayu menderita spektrum autisma.dan harus mengikuti therapi autis agar nantinya dapat mandiri.dan teraphi di Surabaya telah dijalani selama satu tahun sebelum akhirnya pindah teraphi ke RS.di Bontang. demikian yang diceritakan oleh ibu Dewi.
Alhamdulillah saat ini Bayu sudah bisa berkata-kata, dan kalimat yang saya tunggu-tunggu dan saya rindu mendengar adalah kalimat panggilan “MAMA”.alangkah bahagianya saya mendengar kalimat itu .dan saya bertekad akan terus berupaya agar Bayu dapat mengikuti pendidikan dan program untuk anak anak autis sehingga nantinya dapat hidup mandiri.untuk itu sampai saat ini disamping usia sudah cukup tua karena memang saya terlambat dalam berumah tangga,terutama adalah untuk kepentingan Bayu .kami putuskan untuk tidak mempunyai anak lagi tambahnya.
Menyinggung soal beaya untuk teraphi perilaku maupun teraphi medis,menurutnya memang relatif cukup mahal.namun karena suami ibu Dewi bekerja pada perusahaan besar yang jaminan berobat serta kesejahteraan cukup tinggi hal ini belum menjadi masalah, entah nanti setelah pensiun. namun yang menjadi beban pemikiran adalah dimana nanti Bayu harus bersekolah, karena menurut informasi masih langkah sekolah khusus autis di Indonesia, terutama untuk tingkat lanjut dan untuk sekolah di sekolah umum jelas tidak mungkin.
Menanggapi keluhan ibu Dewi dan orang tua anak penyandang Autisma, ketua Forum peduli Autis Bontang dan Persatuan orang tua anak penyandang authis POPPA menghimbau kepada pemerintah agar secepatnya memikirkan adanya sekolah khusus anak authis serta menyerukan kepada orang tua dan siapapun yang peduli terhadap HAK HIDUP penyandang autis, untuk terus berjuang dan bersatu padu mewujudkan cita-cita yang diharapkan.(edd/lpwi)
0 komentar:
Posting Komentar